Senin, 07 Mei 2012

Kopi Toraja

Kopi toraja, biasa dikenal dengan sebutan kopi celebes kalossi, adalah kopi yang memiliki kandungan asam rendah dan memiliki body yang berat. Alasan inilah kebanyakan orang untuk mencari kenikmatan kopi toraja ini.


Kopi ini termasuk ke dalam jenis kopi arabica. Profilnya mirip dengan kopi Sumatera. Sebagian orang bilang, kopi Sulawesi dan kopi Sumatera memiliki rasa khas yang serupa, seperti rasa tanah dan hutan (sulit membayangkan bagaimana rasanya). Rasa tersebut muncul karena terpengaruh proses setelah biji kopi dipetik yang diambil dari nama kolonial Belanda untuk salah satu daerah di Sulawesi.


Aroma wangi kopi langsung tercium ketika membuka kemasan kopi toraja yang telah jadi. Rasa pahitnya berbeda dengan kopi lainnya. Rasa tanah ini justru menjadi nilai lebih kopi toraja. Beberapa jenis kopi meninggalkan rasa pahit cukup lama di mulut, namun tidak dengan kopi toraja ini. Rasa pahitnya langsung hilang.


Di tanam di lereng-lereng Gunung


Tana Toraja adalah sebuah kabupaten di pegunungan Sulawesi Selatan, berjarak 300 kilometer dari Makassar, Ibukota provinsi. Meski tak setenar Toraja yang sudah terkenal, akan tetapi ternyata di daerah-daerah sekitarnya juga memiliki potensi yang cukup menggembirakan. Salah satunya adalah produsen kopi bermutu.


Kopi Toraja yang dikenal oleh masyarakat luas sekarang ini bahkan sampai ke luar negeri, sebagian besar ditanam di perkebunan milik penduduk di lereng-lereng gunung. Inilah yang menjadi keunggulannya bahwa orang Toraja dikenal mampu memelihara tradisi yang sudah berumur ratusan tahun. Seperti salah satunya upacara pemakaman ‘Rambu Solo’ yang mengundang wisatawan dalam maupun luar negeri. Nah, untuk proses penanaman dan pengolahan kopi ini juga melalui tradisi yang berumur ratusan tahun dan tetap dijaga hingga sekarang ini.


Pengolahannya tradisional dengan menggoreng sampai hitam, hingga matang. Cara penggorengan sampai hitam itu akan menghilangkan karakter asam kopi. Namun cara pengolahan ini lantas dirubah oleh pengusaha dari Jepang.


Go international


Perjalanan kopi ini hingga bisa go international bukannya gampang, melalui proses panjang. Pada awalnya Pemerintah Kolonial Belanda mengetahui keberadaan “harta karun” ini. Mereka sempat membuka perkebunan kopi seluas 300 hektar dan menamainya Kalosi Celebes Coffee, namun tidak berlanjut mulus. Kemudian masuklah Jepang ke Indonesia. Dengan masuknya Jepang di Indonesia, biji kopi ini sempat diperkenalkan ke negara itu sendiri.


Pada 1973, Hisashi Ohki –Wakil Presiden Direktur Kimura Coffee, sebuah perusahaan kopi Jepang– datang ke Indonesia. Pedalaman Ballokan, Tana Toraja yang merupakan perkebunan kopi bekas peninggalan Belanda dipelajarinya dengan seksama. Dia meyakini industri kopi Toraja akan bangkit kembali di dunia internasional jika prasarana di daerah itu dibenahi. Apalagi ada kerjasama dari masyarakat. Pada tahap awal, Ohki membangun perkebunan kopi seluas seribu hektar di Pedamaran dan lima ratus hektar di Bollokan.


Pada 1976, terbentuklah PT Toarco Jaya, usaha kerjasama Jepang dan Indonesia, berpusat di Ujung Pandang, ibukota Sulawesi Selatan. Toarco kependekan dari Toraja Arabica Coffee. Dengan berdirinya usaha dua negara ini, maka dimulailah persemaian benih untuk rencana penanaman seratus hektar. Warga setempat pun direkrut untuk proyek ini. Kualitas kopi Indonesia pun dirubah termasuk cara pengolahannya dan mengatur kalorinya menggunakan komputer saat menggoreng.


Dua tahun kemudian, kopi Toarco Toraja mulai dipasarkan di Jepang. Penjualannya melebihi perkiraan. Dan bahkan sampai keluar Jepang. Di daerah asalnya, panen kopi panen berangsur-angsur meningkat. Jumlah perkebunannya pun makin diperluas. Seluruh proses dikerjakan oleh perusahaan: pemeliharaan, pemetikan, pemrosesan hingga pengiriman. Tujuannya untuk menjaga kestabilan mutu kopi. Selama ini, sudah banyak jenis kopi Toraja yang beredar di pasaran, namun belum ada standar mutu.


Pada 1984, Pemerintah Indonesia meminta Toarco menyerahkan contoh biji kopi untuk dijadikan standar baku seluruh produsen kopi dalam negeri. Ini menjadi salah satu titik penting bagi peningkatan kualitas industri kopi Indonesia. Selama ini, kopi Toraja yang beredar belum melalui standarisasi mutu.


Jika sebelumnya Toarco hanya dibuat untuk konsumsi Jepang, maka pada 1995 kopi ini pun dijual di tanah air. Mutu bahan bakunya sama dengan kopi Toarco Toraja yang dijual di Jepang. Namun penggongsengannya lebih lama disesuaikan dengan selera konsumen di Indonesia.


Kini, dengan standar yang sebagian besar sudah baku, dengan mudah akan menemukan kopi Toraja berkualitas baik dimana saja. Bahkan, pemerintah daerah kini sedang mengembangkan lahan 1200 hektar untuk pengembangan kopi organic di Kecamatan Sesean dan Rindingallo di Toraja Utara. Di daerah lain, seperti Enrekang dan Pegunungan Latimojong, juga akan dikembangkan pula usaha serupa.

1 komentar: